POJOK BELANJA

Friday, May 13, 2016

Met Ultah pak Daeng Soetigna: Yuk main angklung!

Siapakah Daeng Soetigna yang diabadikan di Google Doodle 13 Mei 2016 ini?

Dia adalah pencipta angklung diatonis (tangga nada internasional) yang membuat angklung bisa memainkan musik-musik modern bahkan musik barat.Dan meaikkan pamor angklung yang dulu hampir hilang menjadi musik berskala konser dunia. Untuk menghormatinya, angklung diatonis ciptaannya dinamakan Angklung Padaeng.

Daeng Soetigna lahir di Garut, 13 Mei 1908 dari keluarga bangsawan sunda. Beliau menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar zaman Belanda hingga ke perguruan tinggi di Australia. Karirnya di dunia pendidikan dimulai pada tahun 1928 hingga pensiun di tahun 1964. Kemudian beliau mengabdikan dirinya untuk mengajarkan alat musik angklung ke masyarakat, mulai dari anak-anak SD hingga ibu-ibu Militer.


Atas jasa beliau mengembangkan musik angklung di Indonesia, pak Daeng mendapatkan banyak penghargaan dari pemerintah. Setelah pengabdiannya yang panjang, beliau wafat pada tanggal 8 April 1984, dan dimakamkan di Cikutra Bandung.

Terima kasih pak Daeng Soetigna. Mudah-mudahan angklung bisa semakin populer dan bisa menjadi alat musik yang dipakai band-band internasional juga nantinya.


Angklung

Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010. (Wikipedia)

Angklung disinyalir sudah ada sejak zaman Neolitikum dan digunakan dalam berbagai ritual adat terutama yang berhubungan dengan ritus padi seperti saat hendak tanam padi atau panen padi. Di jaman Kerajaan Sunda, angklung juga dipakai untuk memompa semangat juang para prajurit. Hal tersebut sempat membuat pemerintah Hindia Belanda melarang penggunaan musik angklung.
Dulunya angklung hanya memiliki tangga nada pentatonik, namun setelah terciptanya angklung Padaeng, kini angklung juga bisa membawakan lagu Bon Jovi atau SNSD.

Noah feat Saung Angklung Udjo Langit Tak Mendengar Konser wellcome home bandung

'Pulau' Konser Angklung Pertama di Amerika Serikat - Liputan Feature VOA

Selain Angklung, apa lagi musik Sunda yang menggunakan Bambu?

1. Calung
Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dariawi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih). (wikipedia)


2. Suling
Suling tradisional Sunda adalah alat musik dari keluarga alat musik tiup yang terbuat dari bambu kecil. Suara suling berciri lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya dengan baik.


3. Karinding
Alat musik ini tidak lagi menggunakan batang bambu, namun menggunakan pelepahnya. Cara memainkannya dengan ditaruh mulut kemudian dipukul-pukul atau ditarik senar. Alat musik ini termasuk paling tua di Indonesia. Diperkirakan telah dimainkan sejak jaman purba. Selain di sunda alat musik ini juga dikenal di Bali.


4. Kunclung
Alat musik ini juga terbuat dari bambu, dengan ukuran 50 cm sampai 2500 cm. Ukuran yang variatif tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan beragam bunyi. Tidak seperti angklung, pembuatan alat musik ini agak rumit, sebab harus mencari bambu yang buku-nya jarang.

Tidak seperti angklung dan suling, alat musik lainnya masih tenggelam gaungnya. Mungkin karena belum ada lagi yang mengangkatnya ke dunia musik modern. Mudah-mudahan nanti ada pak Daeng selanjutnya yang bisa membangkitkan kembali musik tradisional dan mensejajarkannya dengan musik modern.

Sumber:
1. https://id.wikipedia.org/
2. https://sebandung.com/
3. http://bogor.tribunnews.com/
4. gambar from google

No comments:

Post a Comment